Posted by : Gilang Faisal Gunawan 25 Agu 2011

Seiring dengan menipisnya cadangan energi BBM, jagung menjadi alternatif yang penting sebagai bahan baku pembuatan ethanol (bahan pencampur BBM). Karenanya, kebutuhan terhadap komoditas ini pada masa mendatang diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan. Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
  • Gasoholº campuran bioetanol kering/absolut terdena-turasi dan bensin pada kadar alkohol s/d sekitar 22 %-volume.
  • Istilah bioetanol identik dengan bahan bakar murni. BEX º gasohol berkadar bioetanol X %-volume.
SEJARAH

(Bio)Etanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari China bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik.

Campuran dari (Bio)etanol yang mendekati kemrunian untuk pertama kali ditemukan oleh Kimiawan Muslim yang mengembangkan proses distilasi pada masa Kalifah Abbasid dengan peneliti yang terkenal waktu itu adalah Jabir ibn Hayyan (Geber), Al-Kindi (Alkindus) dan al-Razi (Rhazes). Catatan yang disusun oleh Jabir ibn Hayyan (721-815) menyebutkan bahwa uap dari wine yang mendidih mudah terbakar. Al-Kindi (801-873) dengan tegas menjelaskan tentang proses distilasi wine. Sedangkan (Bio)etanol absolut didapatkan pada tahun 1796 oleh Johann Tobias Lowitz, dengan menggunakan distilasi saringan arang.

Antoine Lavoisier menggambarkan bahwa (Bio)etanol adalah senyawa yang terbentuk dari karbon, hidrogen dan oksigen. Pada tahun 1808 Nicolas-Théodore de Saussure dapat menentukan rumus kimia etanol. Limapuluh tahun kemudian (1858), Archibald Scott Couper menerbitkan rumus bangun etanol. Dengan demikian etanol adalah salah satu senyawa kimia yang pertama kali ditemukan rumus bangunnya. Etanol pertama kali dibuat secara sintetis pada tahu 1829 di Inggris oleh Henry Hennel dan S.G.Serullas di Perancis. Michael Faraday membuat etanol dengan menggunakan hidrasi katalis asam pada etilen pada tahun 1982 yang digunakan pada proses produksi etanol sintetis hingga saat ini.

Pada tahun 1840 etanol menjadi bahan bakar lampu di Amerika Serikat, pada tahun 1880-an Henry Ford membuat mobil quadrycycle dan sejak tahun 1908 mobil Ford model T telah dapat menggunakan (bio)etanol sebagai bahan bakarnya. Namun pada tahun 1920an bahan bakar dari petroleum yang harganya lebih murah telah menjadi dominan menyebabkan etanol kurang mendapatkan perhatian. Akhir-akhir ini, dengan meningkatnya harga minyak bumi, bioetanol kembali mendapatkan perhatian dan telah menjadi alternatif energi yang terus dikembangkan.

BIOETANOL, ETER DAN ALKOHOL

Etanol disebut juga etil-alkohol atau alkohol saja, adalah alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini disebabkan karena memang etanol yang digunakan sebagai bahan dasar pada minuman tersebut, bukan metanol, atau grup alkohol lainnya. Sedangkan bioetanol adalah etanol (alkohol yang paling dikenal masyarakat) yang dibuat dengan fermentasi yang membutuhkan faktor biologis untuk prosesnya. Sebenarnya alkohol dalam ilmu kimia memiliki pengertian yang lebih luas lagi. Jadi untuk seterusnya, dalam tulisan ini penggunaan istilah alkohol tidak akan digunakan lagi untuk menghilangkan ambiguitas.

RUMUS KIMIA

(Bio)Etanol sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus molekul etanol adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O atau rumus bangunnya CH3-CH2-OH. (Bio)Etanol merupakan bagian dari kelompok metil (CH3-) yang terangkai pada kelompok metilen (-CH2-) dan terangkai dengan kelompok hidroksil (-OH). Secara umum akronim dari (Bio)Etanol adalah EtOH (Ethyl-(OH))

(Bio)Etanol(Bio)Etanol tidak berwarna dan tidak berasa tapi memilki bau yang khas. Bahan ini dapat memabukkan jika diminum. Karena sifatnya yang tidak beracun bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman.

BAHAN BAKU
  • Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira siwalan, sari-buah mete
  • Bahan berpati: a.l. tepung-tepung sorgum biji (jagung cantel), sagu, singkong/gaplek, ubi jalar, ganyong, garut, umbi dahlia.
  • Bahan berselulosa (Þ lignoselulosa):kayu, jerami, batang pisang, bagas, dll. Sekarang belum ekonomis, teknologi proses yang efektif diperkirakan akan komersial pada dekade ini !
PEMANFAATAN BIOETANOL
  • Sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan bakar bensin; digunakan dalam bentuk neat 100% (B100) atau diblending dengan premium (EXX)
  • Gasohol s/d E10 bisa digunakan langsung pada mobil bensin biasa (tanpa mengharuskan mesin dimodifikasi).
Sumber Karbohidrat Hasil Panen Ton/ha/th Perolehan Alkohol
Liter/ton Liter/ha/th
Singkong 25 (236) 180 (155) 4500 (3658)
Tetes 3,6 270 973
Sorgum Bici 6 333,4 2000
Ubi Jalar 62,5* 125 7812
Sagu 6,8$ 608 4133
Tebu 75 67 5025
Nipah 27 93 2500
Sorgum Manis 80** 75 6000
*) Panen 2 ½ kali/th; $ sagu kering; ** panen 2 kali/th. Sumber: Villanueva (1981); kecuali sagu, dari Colmes dan Newcombe (1980); sorgum manis, dari Raveendram; dan Deptan (2006) untuk singkong; tetes dan sorgum biji (tulisan baru)

TEKNOLOGI PENGOLAHAN BIO ETANOL

Teknologi produksi bioethanol berikut ini diasumsikan menggunakan jagung sebagai bahan baku, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakannya biomassa yang lain, terutama molase.

Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan baku, Fermentasi, dan Pemurnian. 

1. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya.

Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu:
  • Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk mengektrak gula
  • Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik
  • Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air, enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan.
Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut:
  • Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur
  • Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim
  • Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat
  • Pemanasan bubur hingga kisaran 80 sd 90 C, dimana tepung-tepung yang bebas akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek (dextrin). Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup.
Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses sebagai berikut:
  • Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja
  • Pengaturan pH optimum enzim
  • Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat
  • Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 C sampai proses sakarifikasi selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan)
2. Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2.

Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan.
 
Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi.

Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi.

3. Pemurnian / Distilasi
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.

PROSENTASE PENGGUNAAN ENERGI

Prosentase perkiraan penggunaan energi panas/steam dan listrik diuraikan dalam tabel berikut ini :

Prosentase Penggunaan Energi
Identifikasi Proses Steam Listrik
Penerimaan bahan baku, penyimpanan, dan penggilingan 0 % 6.1 %
Pemasakan (liquefaction) dan Sakarifikasi 30.5 % 2.6 %
Produksi Enzim Amilase 0.7 % 20.4 %
Fermentasi 0.2 % 4 %
Distilasi 58.5 % 1.6 %
Etanol Dehidrasi (jika ada) 6.4 % 27.1 %
Penyimpanan Produk 0 % 0.7 %
Utilitas 2.7 % 27 %>
Bangunan 1 %> 0.5 %
TOTAL 100 % 100 %
Sumber: A Guide to Commercial-Scale Ethanol Production and Financing, Solar Energy Research Institute (SERI), 1617 Cole Boulevard, Golden, CO 80401

PERALATAN PROSES

Adapun rangkaian peralatan proses adalah sebagai berikut:
  • Peralatan penggilingan
  • Pemasak, termasuk support, pengaduk dan motor, steam line dan insulasi
  • External Heat Exchanger
  • Pemisah padatan - cairan (Solid Liquid Separators)
  • Tangki Penampung Bubur
  • Unit Fermentasi (Fermentor) dengan pengaduk serta motor
  • Unit Distilasi, termasuk pompa, heat exchanger dan alat kontrol
  • Boiler, termasuk system feed water dan softener
  • Tangki Penyimpan sisa, termasuk fitting
APLIKASI BIOETANOL

Saat ini (Bio)Etanol dipakai secara luas di Brazil dan Amerika Serikat. Semua kendaraan bermotor di Brazil, saat ini menggunakan bahan bakar yang mengandung paling sedikit kadar ethanol sebesar 20 %. Pertengahan 1980, lebih dari 90 % dari mobil baru, dirancang untuk memakai (Bio)Etanol murni.

Di Amerika Serikat, lebih dari 1 trilyun mil telah ditempuh oleh kendaraan bermotor yang menggunakan BBM dengan kandungan (Bio)Etanol sebesar 10 % dan kendaraan FFV (Flexible Fuel Vehicle) yang menggunakan BBM dengan kandungan 85 % (Bio)Etanol.

Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar, sebenarnya telah lama dikenal. Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada tahun 1880-an Henry Ford membuat mobil quadrycycle dan sejak tahun 1908 mobil Ford model T telah dapat menggunakan (Bio)etanol sebagai bahan bakarnya.. Namun penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati kurang ditanggapi pada waktu tersebut, karena keberadaan bahan bakar minyak yang murah dan melimpah. Saat ini pasokan bahan bakar minyak semakin menyusut ditambah lagi dengan harga minyak dunia yang melambung membuat (Bio)Etanol semakin diperhitungkan.

(Bio)Etanol dapat digunakan pada kendaraan bermotor, tanpa mengubah mekanisme kerja mesin jika dicampur dengan bensin dengan kadar (Bio)Etanol lebih dari 99,5%. Perbandingan (Bio)Etanol pada umumnya di Indonesia baru penambahan 10% dari total bahan bakar. Pencampuran (Bio)Etanol absolut sebanyak 10 % dengan bensin (90%), sering disebut Gasohol E-10. Gasohol singkatan dari gasoline (bensin) dan (Bio)Etanol. (Bio)Etanol absolut memiliki angka oktan (ON) 117, sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol E-10 secara proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax. Pada komposisi ini bioetanol dikenal sebagai octan enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan dan di negara-negara maju telah menggeser penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL) maupun Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE).

di Indonesia sudah banyak para ahli yang kreatif untuk membuat bioetanol yang unik, salah satunya adalah
Budi yang menciptakan alat pembentuk gas metana untuk sumber energi ramah lingkungan dari sampah organik. Alat itu dinamai albakos, singkatan dari alat biogas konsumsi sampah.

Ia juga memberikan nama kompor "Bahenol" untuk ciptaan kompor berbahan bakar hemat etanol. Baru-baru ini Budi memaparkan temuan barunya, bioetanol padat. Ia sendiri lupa kapan memperoleh inspirasi itu secara pasti. "Inspirasinya sudah sejak lama," ujar Budi. (Kompas, 24 desember 2010)

kompor buatannya tanpa jelaga dan lebih murah jika dibandingkan dengan kompor minyak tanah.

sumber : 
  1. http://energibio.wordpress.com/bioetanol/
  2. http://www.alpensteel.com/article/51-113-energi-lain-lain/510-proses-produksi-bioetanol.html
  3. http://sains.kompas.com/read/2010/12/24/10423723/Bioetanol.Padat.yang.Praktis

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

About Me

Foto saya
Bandar Lampung, Lampung, Indonesia
Seorang mahasiswa (kupu-kupu) di jurusan Teknik Kimia Universitas Lampung yang kerjaannya hanya Online ga jelas tiap hari dari pagi sampai malam. Hobinya menonton anime Crayon Shinchan juga mengkoleksi berbagai video dari AKB48 dan sister sisternya.
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

- Copyright © 2013 Blog RdFaizal - Oreshura - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -